AWAL mula Sharifa Carlo masuk Islam adalah sebuah makar. Ia ingin membuat makar terhadap Islam. Namun, manusia membuat makar tinggalah makar. Allah pun mempunyai makar. Dan Allah adalah sebaik-baiknya pembuat makar.
Img.Pixabay Galery |
“Ketika saya masih remaja, saya dengan sekelompok orang menyusun agenda
yang sangat jahat. Kami ingin menghancurkan Islam. Ini bukanlah kelompok pemerintah, hanya
menggunakan posisi di pemerintahan AS untuk memajukan tujuan.”
Awalnya, Sharifa didekati oleh kelompok itu dengan kover besar advokasi
hak-hak perempuan advokat. Sharifa diberitahu bahwa jika dia belajar
Hubungan Internasional dengan penekanan Timur Tengah, ia akan dijamin
bekerja di Kedutaan Besar Amerika di Mesir.
“Saya pikir ini adalah ide yang bagus . Saya telah melihat perempuan Muslim
di TV, dan saya tahu mereka adalah kelompok tertindas yanga miskin, dan saya
ingin membawa mereka pada cahaya kebebasan abad ke-20,” paparnya.
Dengan maksud itu, Sharifa masuk perguruan tinggi. “Saya mempelajari
Al-Quran, hadits dan sejarah Islam. Saya belajar bagaimana untuk memelintir
kata-kata untuk mengatakan apa yang harus mereka katakan. Itu adalah metode
yang berharga. Tapi setelah saya mulai belajar, saya mulai tertarik dengan
Islam itu sendiri. Tidak masuk akal. Itu sangat menakutkan bagi saya.
Oleh karena itu, dalam rangka untuk melawan efek ini, Sharifa mulai
mengikuti kelas pelajaran agama Kristen. “Saya memilih kelas dengan dosen
yang memiliki reputasi yang baik dan dia memiliki gelar Ph.D. Teologi dari
Universitas Harvard. Saya merasa berada di tangan yang tepat,”
jelasnya.
Tapi ternyata bahwa profesor itu adalah seorang Kristen Unitarian. “Dia
tidak percaya pada trinitas atau ketuhanan Yesus . Pada kenyataannya , ia
percaya bahwa Yesus adalah seorang nabi,” ujar Sharifa. “Dia mengambil
Alkitab dari sumbernya dalam bahasa Yunani, Ibrani dan Aram dan menunjukkan
bagaimana kitab-kitab itu diubah. Saat ia melakukan itu, ia menunjukkan
peristiwa sejarah.”
Selesai mengikuti kelas itu, Sharifa merasa keyakinannya terhadap agama
babak belur. “Tapi saya masih belum siap untuk menerima Islam. Seiring
berjalannya waktu, saya terus belajar, untuk diri sendiri dan untuk masa
depan saya. Butuh waktu sekitar tiga tahun. Saat itu, saya mulai
mempertanyakan Muslim tentang keyakinan mereka. Salah satu orang yang saya
tanya adalah seorang Muslim.”
“Alhamdulillah , ia melihat minat saya terhadap Islam, dan mulai
memberikan pemahaman tentang Islam. Dia membimbing saya di setiap
kesempatan yang muncul dengan sendirinya,” jelas Sharifa lagi.”
Img.Pixabay
Suatu hari, pembimbing Sharifa mengatakan bahwa ada sekelompok Muslim
yang sedang berkunjung. “Dia ingin saya bertemu dengan mereka. Saya
setuju. Saya menemui mereka setelah shalat malam. Saya dibawa ke sebuah
ruangan dengan setidaknya ada 20 orang di dalamnya. Mereka semua memberi
ruang bagi saya untuk duduk, dan saya duduk berhadapan dengan seorang pria
Pakistan berusia lanjut .
“Masya , orang itu sangat luas ilmunya dalam hal kekristenan. Dia dan
saya berdiskusi dan berdebat soal Alkitab dan Quran sampai pagi.”
Pada titik itu, setelah mendengarkan pria Pakistan itu, Sharifa ditawari
untuk menjadi seorang Muslim.
“Selama tiga tahun mencari dan meneliti, tak seorang pun pernah menawari
saya masuk Islam. Saya telah diajarkan, berdebat dan bahkan menghina
Islam, tetapi tidak pernah saya ditawari masuk Islam. Saya sendiri
menyadari hal ini hanya soal waktu. Saya tahu itu kebenaran, dan saya
harus membuat keputusan.”
“Alhamdulillah, Allah membuka hati saya, dan saya berkata, ‘Ya. Saya
ingin menjadi seorang Muslim.”
Orang itu menuntun Sharifa mengucapkan syahadat. “Saya bersumpah
demi Allah bahwa ketika saya mengucapkan syahadat, saya merasakan sensasi
yang aneh. Saya merasa seolah-olah begitu besar, saya tersentak,
seolah-olah saya bernapas untuk pertama kalinya dalam hidup saya.”
“Alhamdulillah, Allah telah memberi saya hidup baru yang bersih,
kesempatan untuk masuk surga, dan saya berdoa agar saya menjalani sisa
hari-hari saya dan mati sebagai seorang Muslim. Aamiin.”
Sumber : http://www.islampos.com
Kunjungi Juga :Jarry D.Gray, Mualaf Yang Cinta Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar